banner 728x250

Dana Desa Dibikin Jalan-Jalan, Akhirnya Camat Peusangan Dipenjara 2 Tahun 10 Bulan Korupsi Bimtek

Aceh, Eradigitalnews.com : Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh menjatuhkan vonis terhadap Camat Peusangan, Kabupaten Bireuen, Teguh Mandiri Putra, dengan hukuman dua tahun sepuluh bulan penjara. Ia dinyatakan terbukti melakukan tindak pidana korupsi terkait pelaksanaan bimbingan teknis (bimtek) dan studi banding kepala desa (kades) pada tahun 2024.

Putusan tersebut dibacakan dalam sidang terbuka di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Banda Aceh, Jumat, 10 Oktober 2025. Majelis hakim diketuai Irwandi dengan anggota R. Deddy Harryanto dan M. Arief Hamdani.

Denda dan Hukuman Tambahan

Selain hukuman penjara, terdakwa Teguh Mandiri Putra juga diwajibkan membayar denda sebesar Rp100 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar akan diganti dengan pidana kurungan selama satu bulan.

Dalam perkara yang sama, majelis hakim turut memvonis Subarni, Ketua Badan Kerja Sama Antardesa (BKAD) Peusangan Raya periode 2018–2024, dengan hukuman dua tahun enam bulan penjara serta denda Rp50 juta subsider satu bulan kurungan.

Pelanggaran dan Dasar Hukum

Kedua terdakwa dinyatakan melanggar Pasal 3 jo Pasal 18 ayat (1) huruf a, b, ayat (2), dan ayat (3) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, sebagaimana diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001, jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

Vonis ini lebih ringan dari tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) yang sebelumnya meminta hukuman tiga tahun penjara dan denda Rp100 juta untuk masing-masing terdakwa.

Fakta Persidangan: Anggaran Tanpa Dasar Hukum

Dalam persidangan yang dipimpin JPU Siara Nedy dan Muhammad Furqan Ismi dari Kejaksaan Negeri Bireuen, terungkap bahwa kegiatan bimtek dan studi banding tersebut diikuti 63 kepala desa dan pendamping desa ke sejumlah daerah di Jawa Timur dan Bali, seperti Desa Ketapanrame, Desa Wonorejo, dan Desa Panglipuran.

Namun, berdasarkan hasil pemeriksaan, kegiatan tersebut tidak disertai surat perintah tugas dari Bupati Bireuen, melainkan hanya ditandatangani oleh camat. Padahal, sesuai peraturan, kegiatan di luar daerah wajib mendapatkan izin tertulis dari kepala daerah.

“Kegiatan itu dilaksanakan tanpa rencana kerja dan tanpa mekanisme pengadaan barang dan jasa yang sah,” ungkap JPU S. Nedy di hadapan majelis hakim.

Kerugian Negara dan Pelanggaran Regulasi

Anggaran kegiatan tersebut bersumber dari dana desa, dengan total mencapai Rp1,1 miliar lebih, di mana setiap desa dibebankan biaya sekitar Rp17,8 juta. Berdasarkan hasil audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, negara mengalami kerugian hingga Rp383,29 juta.

Selain melanggar ketentuan hukum pidana, kegiatan tersebut juga dinilai bertentangan dengan sejumlah regulasi, antara lain:

Permendagri Nomor 96 Tahun 2017 tentang tata cara kerja sama desa,

Permendes PDTT Nomor 7 Tahun 2023 tentang rincian prioritas penggunaan dana desa,

Perbup Bireuen Nomor 55 Tahun 2023 tentang pedoman penyusunan APBG 2024, dan

Qanun Kabupaten Bireuen Nomor 6 Tahun 2018 tentang pemerintahan gampong.

Kedua Terdakwa Nyatakan Pikir-Pikir

Usai mendengarkan putusan, baik terdakwa maupun jaksa menyatakan masih pikir-pikir atas vonis tersebut. Majelis hakim memberikan waktu selama tujuh hari untuk menentukan langkah hukum selanjutnya, apakah menerima putusan atau mengajukan banding.(Redaksi)

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *